Karakteristik evaluasi program pls
Afwanmubarok's Blog Just another WordPress. Stay updated via RSS. Karakteristik PLS. Artinya, bahwa pendidikan luar sekolah dapat menggantikan pendidikan jalur sekolah yang karena beberapa hal masyarakat tidak dapat mengikuti pendidikan di jalur persekolahan formal. Pendidikan Luar Sekolah sebagai Supplement pendidikan sekolah. Artinya, bahwa pendidikan luar sekolah dilaksanakan untuk menambah pengetahuan, keterampilan yang kurang didapatkan dari pendidikan sekolah.
Contohnya: private, les, training. Pendidikan Luar Sekolah sebagai Complement dari pendidikan sekolah. Artinya, bahwa pendidikan luar sekolah dilaksanakan untuk melengkapi pengetahuan dan keterampilan yang kurang atau tidak dapat diperoleh didalam pendidikan sekolah.
Evaluator terikat untuk menggunakan kuesioner dalam menggali informassi dari responden, singkatnya, kekuatan metode survei mencakup keluasan informasi, fleksibilitas dalam menganalisis data, dan pembakuan kuesioner. Selain memiliki berbagai kekuatan, metode survei mempunyai beberapa kelemahan. Pertama, syarat standardisasi instrumen sering menimbulkan kekakuan dalam penggunaan instrumen tersebut.
Kedua, survei seolah-olah mensyaratkan bahwa rancangan studi tidak harus berubah selama metode ini sedang digunakan. Evaluator seakan tidak menyadari kemungkinan adanya variabel-variabel baru yang penting dan ia tidak dapat berbuat apa-apa terhaddap variabel yang penting itu. Survei tidak dapat mengukur kegiatan sosial, ia hanya dapat menghimpun berbagai laporan pribadi tentang kegiatan masa lalu yang teringat, atau tentang kegiatan masa datang yang akan dilakukan atau kegiatan hipotesis.
Ketiga, survei pada umumnya lemah pada validitas walaupun memiliki kekuatan dalam reliabilitas. Contoh penggunaan metode survei adalah 1 sensus kebutuhan belajar dan potensi pembelajaran di daerah pedesaan, 2 jumlah warga belajar program-program pendidikan luar sekolah di wilayah seluruh indonesia, 3 jumlah lulusan satuan pendidikan formal yang tidak mampu berwirausaha, 4 pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun pada masyarakat miskin, 5 daya serap pendidikan formal dan pendidikan nonformal terhadap penduduk usia sekolah untuk mengikuti program pembelajaran, 6 sikap dan perilaku tentang kepedulian para pengusaha terhadap pendidikan, dan sebagainya.
Metode Assesmen Ketenagaan. Tujuan umum asesmen ketenagaan adalah untuk menghimpun data ketenagaan yang terlibat dalam pendidikan luar sekolah dan sebagai pengaruh pendidikan luar sekolah. Secara khusus, tujuan penggunaan asesmen ketenagaan adalah untuk menghimpun data tentang kompetensi, sikap, kondisi fisik dan psikis, dan tenaga-tenaga yang terlibat dalam pelaksanaan program. Dalam hal tertentu asesmen ketenagaan dapat pula digunakan untuk menghimpun data tentang peserta didik, dan tenaga-tenaga dari berbagai instansi dan lembaga yang terkait dengan program, serta lulusan program dan masyarakat yang memperoleh pengaruh dari program.
Data yang dihimpun adalah yang berkaitan dengan kebutuhan, aspirasi, dan potensi untuk perubahan dan pengembangan program. Sebagai misal, apabila evaluator menyelenggarakan asesmen kebutuhan yang akan digunakan sebagai masukan untuk pengambilan keputusan tentang penyusunan program perbaikan gizi keluarga, maka evaluator akan melakukan asesmen tentang sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga sasaran program mengenai keadaan gizi keluarga yang sedang terjadi di masyarakat.
Andaikata evaluator menemukan data tentang pengetahuan sejumlah keluarga di massyarakat ternyata lebih baik dari yang diduga sebelumnya, maka evaluator dapat merekomendasikan supaya program perbaikan gizi tidak perlu dilakukan. Sebliknya apabila pengetahuan gizi keluarga itu betul-betul rendah dan masyarakat membutuhkan perbaikan gizi maka evaluator perlu memberikan masukan tentang perlunya peningkatan gizi keluarga. Evaluatorpun dapat menggunakan data yang dikumpulkan untuk membantu penyusunan aspek-aspek program peningkatan gizi keluarga.
Metode asesmen ketenagaan berhubungan pula dengan keadaan dan perubahan yang terjadi pada penyelenggara, pengelola dan pelaksana program pendidikan luar sekolah. Sedangkan tujuan khusus asesmen ketenagaan dalam evaluasi program: a untuk menghimpun data tentang kompetensi calon tenaga kependidikan, b untuk mengidentifikasi data tentang karateristik calon peserta didik yang akan direkrut dalam suatu program pendidikan luar sekolah yang cocok dengan kebutuhan belajar dan minat mereka; c untuk emngidentifikassi karateristik peserta didik yang sedang mengikuti program dan untuk mengetahui sejauh mana program tersebut dapat memenuhi kebutuhan mereka; dan d untuk mencandra karateristik penyelenggara, pengelola, dan pengelola yang hasilnya dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi dan efektifitas pelaksanaan program.
Hasil asesmen personalia sering bermanfaat pula untuk menggambarkan karateristik peserta didik yang terus mengikuti suatu program yang dievaluasi atau peserta didik yang berada dalam suatu kelompok kontrol dan karateristik peserta didik yang drop out. Hasil asesmen digunakan untuk menggambarkan karateristik pengelola dan pelaksana yang terus mengikuti program atau yang tidak berhubungan lagi dengan program dalam tenggang waktu tertentu. Pada umumnya asesmen personalia lebih mengutamakan pengaruh atau kemungkinan pengaruh suatu program terhadap mereka yang tetap mengikuti program dan yang tidak lagi mengikuti program, baik lulusan program atau mereka yang tidak menamatkan program.
Di samping itu asesmen personalia dapat menggambarkan sikap pengelola dan pelaksana terhadap program yang telah berakhir atau yang sedang berjalan. Sebagaimana halnya penggunaan metode survei, penggunaan asesmen ketenagaan lebih mudah dikemukakan dalam teori dibandingkan dengan penjabarannya dilapangan.
Salah satu sebabnya ialah kurangnya kepustakaan yang berkenaan dengan penyusunan, pemilihan, pengadminstrasian, penafsiran data, pengelola dan pelaksana maupun peserta didik atau lulusan. Selain itu setiap disiplin ilmu seperti pendidikan, psikologi, dan kedokteran memiliki teknik-teknik pengukuran masing-massing dalam asesmen personalia. Dapat ditandaskan di sini bahwa kejujuran, reliabilitas, dan validitas harus menjadi prinsip utama dalam asesmen personalia. Teknik pengambilan sampel dalam aesmen personalia serupa dengan sampling dalam metode survei.
Pernyataan-pernyataan khusus dan teknik sampling dengan matrik dapat digunakan dengan maksud untuk menjaga agar setiap orang atau setiap kelompok tidak usah dikenai asesmen dalam semua segi. Sampling dengan matrik masih memungkinkan untuk penarikan angka rata-rata means dari semua variabel yang diukur.
Di pihak lain, sebagaimana halnya dalam pengambilan sampel untuk menentukan responden yang akan dikenai kuisioner dan wawancara, karena pertimbangan praktis dan hubungan kemanusiaan, sampling dengan matrik seperti dikemukakan diatas mungkin kurang efisien. Sebagai misal, sebagian besar evaluasi program pendidikan luar sekolah berkaitan dengan perilaku pendidik dan peserta didik yang kurang kepeduliannya untuk membantu evaluator yang melakukan penilaian program.
Mereka memandang bahwa keterlibatan dalam evaluasi program hanya membuang-buang waktu untukmaksud yang tidak jelas nilai gunanya bagi mereka. Lembaga pendidikan sering meminta umpan balik kepada para evaluator dalam bentuk skor perorangan yang dapat dipercaya. Sebaliknya, walaupun para evaluator mungkin memperoleh data kelompok yang dianggap baik yang ditarik dari pernyataan dan sampling matrik. Namun apabila tanpa asesmen personalia terhadap penyelenggara, pengelola dan pelaksana program mungkin evaluator tidak mendapatkan data yang cocok dengan kebutuhan pihak-pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan tentang program tersebut.
Metode Keputusan Para Ahli. Dalam keputusan ahli secara sistematik Systematic Expert Judgement maka pemahaman evaluator tentang metode riset ilmu-ilmu sosial dan pengukurannya sangat diperlukan. Evaluator harus memutuskan pilihannya mengenai metode-metode evaluasi dan pengukuran yang akan digunakan, memperhatikan tujuan-tujuan evaluasi program, dan memantau situasi lingkungan dalam dan lingkungan luar suatu program yang akan atau sedang dievaluasi. Keputusan ahli secara sistematik yang dicantumkan pada tabel 1, 2, 3 tidak berarti bahwa keputusan itu hanya dapat dilakukan oleh tim atau kelompok evaluator yang terdiri atas para pakar yang melakukan evaluassi program.
Namun keputusan itu dapat dilakukan pula oleh ahli-ahli di bidang disiplin ilmu lainnya setelah diminta pendapatnya tentang informasi yang menjadi fokus perhatian dalam evaluasi program, seperti tentang kebutuhnan untuk memulai atau melanjutkan suatu program pendidikan luar sekolah yang dievaluasi oleh pakar perencanaan pendidikan, kecocokan konsep-konsep program dengan kebutuhan peserta didik dan masyarakat, perkiraan biaya dan efektivitas penggunaan dana oleh ekonom dan akuntan yang dinilai oleh evaluator sosial, serta dukungan terhadap program terutama dukungan dari politisi, ahli-ahli keuangan, dan tenaga pendidikan yang profesional.
Diskusi panel antara pakar dapat memainkan peranan untuk menjelaskan jawaban terhadap berbagai pertanyaan penting yang berkaitan dengan pengambilan keputusan untuk menghentikan, melanjutkan, memperluas atau memodifikasi program. Dalam penggunaan metode ini, evaluasi program dilakukan oleh suatu tim ahli yang dipilih dari berbagai pakar ilmu dan para evaluator.
Keputusan tim ahli merupakan informasi penting untuk masukan bagi pengambilan keputusan tentang upaya menghentikan, melanjutkan, memperluas atau memodifikasi program.
Para ahli dari berbagai bidang terkait dapat membantu dalam menilai kebijakan tentang hubungan antara masyarakat dan lembaga yang melaksanakan program. Keputusan tim ahli penting dipertimbangkan oleh lembaga penyelenggara, pengelola dan pelaksana program serta oleh evaluator program pendidikan. Tabel 1, 2, 3 tidak menyinggung secara khusus tentang penggunaan tim ahli dalam mengevaluasi proses kegiatan dan hasil evaluasi. Penggunaan tim evaluasi dianggap penting terutama apabila kegiatan evaluasi mencakup berbagai program yang kondisinya bervariasi.
Sebagai misal, lembaga perwakilan rakyat yang terjun ke daerah untuk mengetahui dampak keseluruhan program yang dibiayai pemerintah seperti pelayanan pendidikan luar sekolah yang berkaitan dengan wajib belajar di masyarakat pedesaan, penyelenggaraan pusat-pusat pembelajaran bagi anak-anak, pemuda, dan orang tua.
Demikian pula tim ahli diperlukan untuk mengevaluasi proses dan hasil program latihan kerja bagi para pencari kerja. Pos pelayanan terpadu, pendidikan anak putus sekolah, pelayanan pendidikan bagi orang-orang lanjut usia, penanggulangan korban narkoba, pendidikan mata pencaharian, pendidikan kecakapan hidup, pendidikan kepemudaan, pemberdayaan perempuan, dan sebagainya. Program-program tersebut sering muncul dengan nama yang hampir bersamaan, didukung oleh lembaga-lembaga yang hampir sama, dan menggunakan arahan atau pedoman pelaksanaan yang sama, namun sering pengelolaan program-program tersebut tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan yang telah ditetapkan.
Berbagai data yang mirip atau sama ditemukan dan dapat digunakan untuk kelompok kontrol dalam aspek-aspek karateristik personalia, dan data bahan perbandingan antara satu proyek dengan proyek lainnya. Generalisasi yang ditarik dari hasil analisis dibatasi pada situassi dan kondisi tertentu di lapangan. Metode Studi Kasus. Evaluasi program yang menggunakan metode studi kasus bertujuan untuk mengkaji secara intensif latar belakang keadaan saat ini dan interaksi situasi lingkungan unit social tertentu yang meliputi kasus tertentu seperti individu, kelompok, lembaga, atau komunitas dalam masyarakat.
Kajian ini berkaitan dengan segala hal yang bermakna dalam perkembangan kasus dengan maksud untuk memahami siklus atau bagian siklus kehidupan kasus tertentu. Dalam evaluasi program yang menggunakan metode studi kasus akan dilakukan penggalian data secara intensif dan menganalisisnya secara cermat tentang interaksi antar factor dalam program. Studi kasus sangat berguna untuk mengembangkan hipotesis yang dapat mengarahkan pada evaluasi program dalam skala lebih lebih besar dan untuk menghimpun saran — saran mengenai berbagai variable dan alat pengukuran yang akan digunakan dalam evaluasi program yang berskala besar.
Karakteristi studi kasus adalah :. Mendiskripsikan subjek penelitian individu, kelompok, lembaga, komunikasi dalam keseluruhan fenomena perilakunya. Mencermati kasus secara mendalam dengan menekankan pendekatan longitudinal selama kurun waktu tertentu. Berkaitan dengan upaya pemecahan masalah. Evaluator program harus orang-orang yang memiliki kompetensi, di antaranya mampu melaksanakan, cermat, objektif, sabar dan tekun, serta hati-hati dan bertanggung jawab.
Evaluator dapat berasal dari kalangan internal evaluator dan pelaksana program dan kalangan eksternal orang di luar pelaksana program tetapi orang yang terkait dengan kebijakan dan implementasi program. Model evaluasi merupakan suatu desain yang dibuat oleh para ahli atau pakar evaluasi. Dalam melakukan evaluasi, perlu dipertimbangkan model evaluasi yang akan dibuat. Biasanya model evaluasi ini dibuat berdasarkan kepentingan seseorang, lembaga atau instansi yang ingin mengetahui apakah program yang telah dilaksanakan dapat mencapai hasil yang diharapkan.
Pengertian Model Evaluasi Program Model evaluasi adalah suatu model desain evaluasi yang dibuat oleh ahli-ahli atau pakar-pakar evaluasi yang biasanya dinamakan sama dengan pembuatnya atau tahap pembuatannya Taypnapis, : Model-model ini dianggap model standar atau dapat dikatakan merek standar dari pembuatnya.
Model-Model Evaluasi Program Dalam evaluasi program pendidikan, ada banyak model yang dapat digunakan untuk mengevaluasi program. Meskipun antara satu dengan lainnya berbeda, namun maksudnya sama yaitu melakukan kegitan pengumpulan data atau informasi yang berkenaan dengan objek yang dievaluasi, yang tujuannya menyediakan bahan bagi pengambil keputusan dalam menentukan tindak lanjut suatu program.
Model-model evaluasi ada yang dikatagorikan berdasarkan ahli yang menemukan dan yang mengembangkannya dan ada juga yang diberi sebutan berdasarkan sifat kerjanya. Dalam hal ini Stephen Isaac ,dalam Fernandes mengatakan bahwa model-model tersebut diberi nama sesuai dengan fokus atau penekanannya. Lebih jauh Isaac membedakan adanya empat hal yang digunakan untuk membedakan ragam model evaluasi, yaitu : Berorientasi pada tujuan program Berorientasi pada keputusan- decision oriente d Berorientasi pada kegiatan dan orang-orang yang menanganinya- transactional oriented.
Berorientasi pada pengaruh dan dampak program- research oriented. Ada beberapa ahli evaluasi program yang dikenal sebagai penemu model evaluasi program adalah : 1. Gambar 1. Hubungan antara Evaluasi dengan Pengambilan Keputusan Keunikan model ini adalah pada setiap tipe evaluasi terkait pada perangkat pengambil keputusan decission yang menyangkut perencanaan dan operasional sebuah program.
Untuk memahami hubungan model CIPP dengan pembuat keputusan dan akuntabilitas dapat diamati pada visualisasi sebagai berikut: Tipe evaluasi Konteks Input Proses Produk Pembuat Keputusan Obyektif Solusi strategi desain prosedur Implementasi Dihentikan Dilanjutkan Dimodifikasi Program Ulang Akuntabilitas Rekaman Obyektif Rekaman pilihan strategi desain dan desain Rekaman Proses Akutual Rekaman pencapaian dan keputusan ulang Model CIPP ini bertitik tolak pada pandangan bahwa keberhasilan program pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti: karakteristik peserta didik dan lingkungan, tujuan program dan peralatan yang digunakan, prosedur dan mekanisme pelaksanaan program itu sendiri.
Stufflebeam melihat tujuan evaluasi sebagai: Penetapan dan penyediaan informasi yang bermanfaat untuk menilai keputusan alternatif; Membantu audience untuk menilai dan mengembangkan manfaat program pendidikan atau obyek; Membantu pengembangan kebijakan dan program. Model evaluasi ini merupakan model yang paling banyak dikenal dan diterapkan oleh para evaluator. Model CIPP yang merupakan sebuah singkatan dari huruf awal empat buah kata, yaitu Context evaluation : evaluasi terhadap konteks Input evaluation : evaluasi terhadap masukan Process evaluation : evaluasi terhadap proses Product evaluation : evaluasi terhadap hasil Keempat kata yang disebutkan dalam singkatan CIPP tersebut merupakan sasaran evaluasi, yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan.
Dengan kata lain, model CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem. Input evaluation Structuring decisions How should we do it? Process evaluation Implementing decisions Are we doing it as planned?
And if not, why not? Product evaluation Recycling decisions Did it work? Bagaimana kita melaksanakannya How should we do it? Apakah dikerjakan sesuai rencana Are we doing it as planned? Ini menyediakan pengambil-keputusan informasi tentang seberapa baik program diterapkan. Dengan secara terus-menerus monitoring program, pengambil-keputusan mempelajari seberapa baik pelaksanaan telah sesuai petunjuk dan rencana, konflik yang timbul, dukungan staff dan moral, kekuatan dan kelemahan material, dan permasalahan penganggaran.
Apakah berhasil Did it work? Keempat aspek dalam CIPP akan dibahas sebagai berikut: 1. Context Evaluation Evaluasi Konteks Stufflebeam : dalam Hamid Hasan menyebutkan, tujuan evaluasi konteks yang utama adalah untuk mengetahui kekutan dan kelemahan yang dimilki evaluan. Dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan ini, evaluator akan dapat memberikan arah perbaikan yang diperlukan. Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin menjelaskan bahwa, evaluasi konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, dan tujuan proyek.
Dalam hal ini suharsimi memberikan contoh evaluasi program makanan tambahan anak sekolah PMTAS dalam pengajuan pertanyaan evaluasi sebagai berikut : Kebutuhan apa saja yang belum terpenuhi oleh program, misalnya jenis makanan dan siswa yang belum menerima? Tujuan pengembngan apakah yang belum tercapai oleh program, misalnya peningkatan kesehatan dan prestasi siswa karena adanya makanan tambahan? Tujuan pengembangan apakah yang dapat membantu mnegembangkan masyarakat, misalnya kesadaran orang tua untuk memberikan makanan bergizi kepada anak-anaknya?
Tujuan-tujuan manakah yang paling mudah dicapai, misalnya pemerataan makanan, ketepatan penyediaan makanan? Menurut Eko Putro Widoyoko, evaluasi masukan membantu mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternative apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, dan bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya. Komponen evaluasi masukan meliputi : 1 Sumber daya manusia, 2 Sarana dan peralatan pendukung, 3 Dana atau anggaran, dan 4 Berbagai prosedur dan aturan yang diperlukan.
Dalam hal ini pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan pada tahap evaluasi masukan ini adalah : Apakah makanan yang diberikan kepada siswa berdampak jelas pada perkembangan siswa? Berapa orang siswa yang menerima dengan senang hati atas makanan tambahan itu? Bagaimana reaksi siswa terhadap pelajaran setelah menerima makanan tambahan? Seberapa tinggi kenaikan nilai siswa setelah menerima makanan tambahan?
Menurut Stufflebeam sebagaimana yang dikutip Suharsimi Arikunto, mengungkapkan bahwa pertanyaan yang berkenaan dengan masukan mengarah pada pemecahan masalah yang mendorong diselenggarakannya program yang bersangkutan. Evaluasi proses digunakan untuk menditeksi atau memprediksi rancangan prosedur atau rancangan implementasi selama tahap implementasi, menyediakan informasi untuk keputusan program dan sebagai rekaman atau arsip prosedur yang telah terjadi.
Evaluasi proses meliputi koleksi data penilaian yang telah ditentukan dan diterapkan dalam praktik pelaksanaan program. Pada dasarnya evaluasi proses untuk mengetahui sampai sejauh mana rencana telah diterapkan dan komponen apa yang perlu diperbaiki.
Dalam model CIPP, evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan didalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana. Oleh Stufflebeam diusulkan pertanyaan-pertanyaan untuk proses sebagai berikut : Apakah pelaksanaan program sesuai dengan jadwal? Apakah staf yang terlibat didalam pelaksanaan program akan sanggung menangani kegiatan selama program berlangsung dan kemungkinan jika dilanjutkan?
Apakah sarana dan prasarana yang disediakan dimanfaatkan secara maksimal? Hambatan-hambatan apa saja yang dijumpai selama pelaksanaan program dan kemungkinan jika program dilanjutkan? Dari evaluasi proses diharapkan dapat membantu pimpinan proyek atau guru untuk membuat keputusan yang berkenaan dengan kelanjutan, akhir, maupun modifikasi program. Sementara menurut Farida Yusuf Tayibnapis : 14 dalam Eko Putro Widoyoko menerangkan, evaluasi produk untuk membantu membuat keputusan selanjutnya, baik mengenai hasil yang telah dicapai maupun apa yang dilakukan setelah program itu berjalan.
Pada tahap evaluasi ini diajukan pertanyaan evaluasi sebagai berikut : Apakah tujuan-tujuan yang ditetapkan sudah tercapai? Pernyataan-pernyataan apakah yang mungkin dirumuskan berkaitan antara rincian proses dengan pencapaian tujuan? Dalam hal apakah berbagai kebutuhan siswa sudah dapat dipenuhi selama proses pemberian makanan tambahan misalnya variasi makanan, banyaknya ukuran makanan, dan ketepatan waktu pemberian? Apakah dampak yang diperoleh siswa dalam waktu yang relatif panjang dengan adanya program makanan tambahan ini?
Selain kelebihan tersebut, di satu sisi model evaluasi ini juga memiliki keterbatasan, antara lain penerapan model ini dalam bidang program pembelajaran dikelas mempunyai tingkat keterlaksanaan yang kurang tinggi jika tidak adanya modifikasi.
Model Stake Model evaluasi program yang diperkenalkan oleh Stake dikenal dengan model Countenance keseluruhan. Model ini juga disebut model evaluasi pertimbangan. Maksudnya evaluator mempertimbangkan program dengan membandingkan kondisi hasil evaluasi program dengan yang terjadi di program lain, dengan objek sasaran yang sama dan membandingkan kondisi hasil pelaksanaan program dengan standar yang ditentukan oleh program tersebut.
Tujuan dari model Countenance Stake adalah melengkapi kerangka untuk pengembangan suatu rencana penilaian kurikulum. Perhatian utama Stake adalah hubungan antara tujuan penilaian dengan keputusan berikutnya berdasarkan sifat data yang dikumpulkan. Hal tersebut, karena Stake melihat adanya ketidak sesuaian antara harapan penilai dan guru.
Dalam model ini Stake menekankan peran evaluator dalam mengembangkan tujuan kurikulum menjadi tujuan khusus yang terukur. Model countenance terdiri atas dua matriks yaitu description gambaran dan judgement pertimbangan. Matriks pertimbangan baru dapat dikerjakan oleh evaluator setelah matriks Deskripsi diselesaikan. Matriks Desktripsi terdiri atas kategori rencana intent dan observasi. Matriks Pertimbangan terdiri atas kategori standard dan pertimbangan.
Pada setiap kategori terdapat tiga fokus yaitu: Antecedents yaitu sebuah kondisi yang ada sebelum instruksi yang mungkin berhubungan dengan hasil, contohnya: latar belakang guru, Kurikulum yang sesuai, Ketersediaan sumber daya.
0コメント